TELAAH KRITIS ATAS SK DAN KD MATERI FIQIH UNTUK MADRASAH IBTIDAIYAH (MI)
- PENDAHULUAN
Peningkatan mutu pendidikan adalah sebuah keniscayaan jika suatu
bangsa ingin tetap eksis dalam persaingan di era global. Sebagaimana
penjelasan E. Mulyasa bahwa era globalisasi merupakan masa yang penuh
tantangan dan ketidakpastian sehingga diperlukan pendidikan yang
kompetitif yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan.
1
Tuntutan pendidikan tentunya juga akan semakin berat dan semakin
tinggi. Standardisasi dengan penetapan standar mutu akan semakin rigid
dan semakin tinggi. Sehingga setiap lembaga pendidikan dituntut harus
semakin mampu beradaptasi dengan iklim persaingan tersebut. Memang hal
ini tidak mudah bagi pendidikan di negeri ini. Namun, upaya perbaikan
dan pengembangan yang dilakukan secara terus-menerus oleh Pemerintah
terhadap sistem pendidikan nasional beserta mekanismenya, saat ini,
harus diakui secara obyektif adalah salah satu langkah riil menuju ke
arah itu.
Sebagaimana Pemerintah telah menetapkan sistem pendidikan yang baru,
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Kemudian dijabarkan
dalam Standar Nasional Pendidikan, yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Ada delapan item yang standarisasi
dalam Standar Nasional Pendidikan, yakni standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,
dan standar penilaian pendidikan.
2
Dalam Standar Isi di MI, materi fiqih adalah salah satu bagian dari
mata pelajaran (pendidikan agama Islam) yang distandarisasi. Di dalamnya
dapat ditemukan, yaknii standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara
kronolgis, sebagai acuan awal standar isi materi fiqih itu sendiri pada
dasarnya terdapat dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional tersebut mengungkapkan bahwa setiap satuan
pendidikan, madrasah ibtidaiyah salah satunya, berkwajiban dan berhak
untuk mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut.
Karena standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian. Adapun untuk merancang kegiatan
pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses
3 dan Standar Penilaian
4.
Pengembangan SK dan KD materi Fiqih untuk madrasah ibtidaiyah pada
dasarnya adalah sebuah tuntutan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Oleh karenanya, telaah secara mendalam menjadi sebuah
keharusan terhadap SK dan KD mata pelajaran Fiqih MI agar pembelajaran
Fiqih di madrasah ibtidaiyah dapat optimal. Jika pembelajaran dapat
optimal maka asumsinya adalah pendidikan akan dapat maksimal sesuai
tujuan yang telah ditentukan di madrasah ibtidaiyah..
Berdasarkan beberapa pemikiran dan asumsi tersebut, kiranya ada tiga
persoalan pokok yang perlu ditelaah lebih lanjut mengenai SK dan KD Mata
Pelajaran Fiqih MI, yakni meliputi: bagaimanakah realitas redaksisional
SK dan KD Fiqih MI dalam Standar Isi yang telah dimodifikasi dan
dikembangkan oleh Depag RI dan yang masih orisinil dari Depdiknas RI?
Dan terakhir, bagaimanakah pengembangan SK dan KD Fiqih MI yang lebih
baik? Namun, sebelumnya agar kedua persoalan tersebut dapat dikaji
secara lebih mendalam, ada sebuah persoalan penting yang akan mengawali
kedua kajian di atas, yakni berkenaan dengan pembelajaran fiqih untuk
anak.
Berangkat dari ketiga rumusan masalah di atas, diharapkan
jawaban-jawaban berikut sebagaimana tertuang dalam uraian makalah ini
dapat untuk lebih memberikan pemahaman mengenai substansi SK dan KD
Fiqih MI selama ini beserta kurang lebihnya, dengan memahami kerangka
teoritik maupun kerangka praksis pengembangannya.
- PEMBAHASAN
- Materi Fiqih dan Pembelajarannya untuk Anak
-
- SK dan KD Fiqih MI yang Dikembangkan
Isi dari standar kompetensi dan kompetensi dasar fiqih MI dikembangkan oleh Departemen Agama dengan mempertimbangkan dan me-
review
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi (SI) untuk Pendidikan Dasar dan Menengah pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam aspek Fiqih untuk SD/MI, serta memperhatikan
Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam Nomor: DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006,
tanggal 1 Agustus 2006, tentang Pelaksanaan Standar Isi.
Isi dari redaksi SK dan KD fiqih MI yang telah dikembangkan oleh
Depag RI berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 2008, untuk
kelas I sampai dengan kelas VI, yakni sebagai berikut ini.
5
Kelas I, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
1. Mengenal lima rukun Islam |
1.1 Menyebutkan lima rukun Islam
1.2 Menghafalkan syahadatain dan artinya |
2. Mengenal tata cara bersuci dari najis
|
2.1 Menjelaskan pengertian bersuci dari najis
2.2 Menjelaskan tata cara bersuci dari najis
2.3 Menirukan tata cara menyucikan najis.
2.4 Membiasakan hidup suci dan bersih
dalam kehidupan sehari-hari
|
|
|
Kelas I, Semester 2
|
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
3. Mengenal tata cara wudu
|
-
-
Menjelaskan tata cara wudu
- Mempraktikkan tata cara wudu
- Menghafal doa sesudah wudu
|
4. Mengenal tata cara salat fardu
|
4.1 Menyebutkan macam-macam salat Fardu
4.2 Menirukan gerakan salat fardu
4.3 Menghafal bacaan salat fardu |
|
|
Kelas II, Semester 1 |
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
1. Mempraktikkan salat fardu |
1.1 Menyebutkan ketentuan tata cara salat fardu
1.2 Mempraktikkan keserasian gerakan dan
bacaan salat fardu
|
2. Mengenal azan dan iqamah |
2.1 Menyebutkan ketentuan azan dan iqamah
2.2 Melafalkan azan dan iqamah
2.3 Mempraktikkan azan dan iqamah
|
Kelas II, Semester 2 |
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
3. Mengenal tata cara salat berjamaah
|
3.1 Menjelaskan ketentuan tata cara salat berjamaah
3.2 Menirukan salat berjamaah |
4. Melakukan zikir dan doa |
4.1 Melafalkan zikir setelah salat fardu
4.2 Melafalkan doa setelah salat fardu |
|
|
Kelas III, Semester 1 |
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
1. Mengenal salat sunah rawatib |
1.1 Menjelaskan ketentuan salat sunah rawatib
1.2 Mempratikkan tata cara salat rawatib |
2. Mengenal salat Jumat |
2.1 Mengenal ketentuan salat Jumat
|
3. Mengenal tata cara salat bagi orang yang sakit
|
3.1 Menjelaskan tata cara salat bagi orang
yang sakit
3.2 Mendemonstrasikan cara salat dalam keadaan sakit
|
|
|
Kelas III, Semester 2 |
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
1. Mengenal puasa Ramadan |
1.1 Menjelaskan ketentuan puasa Ramadan
1.2 Menyebutkan hikmah puasa Ramadan
|
2. Mengenal amalan-amalan di
bulan Ramadan
|
2.1 Menjelaskan ketentuan salat tarawih
2.2 Menjelaskan ketentuan salat witir
2.3 Menjelaskan keutamaan-keutamaan yang ada dalam bulan Ramadan
|
|
|
Kelas IV, Semester 1 |
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
1. Mengetahui ketentuan zakat |
1.1 Menjelaskan macam-macam zakat
1.2 Menjelaskan ketentuan zakat fitrah
1.3 Mempraktekkan tata cara zakat fitrah
|
2. Mengenal ketentuan infak dan sedekah
|
2.1 Menjelaskan ketentuan infak dan sedekah
2.2 Mempraktikkan tata cara infak dan sedekah
|
|
|
Kelas IV, Semester 2 |
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
3. Mengenal ketentuan salat Id |
3.1 Menjelaskan macam-macam salat Id
3.2 Menjelaskan ketentuan salat Id
3.3 Mendemonstrasikan tata cara salat Id
|
|
|
Kelas V, Semester 1
|
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
1. Mengenal ketentuan makanan dan
minuman yang halal dan haram.
|
1.1 Menjelaskan ketentuan makanan dan minuman yang halal dan haram
1.2 Menjelaskan binatang yang halal dan haram dagingnya
1.3 Menjelaskan manfaat makanan dan minuman halal
1.4 Menjelaskan akibat makanan dan minuman haram |
|
|
Kelas V, Semester 2 |
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
2. Mengenal ketentuan kurban |
2.1 Menjelaskan ketentuan kurban
2.2 Mendemonstrasikan tata cara kurban
|
3. Mengenal tata cara ibadah haji
|
3.1 Menjelaskan tata cara haji
3.2 Mendemonstrasikan tata cara haji
|
|
|
Kelas VI, Semester 1
|
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
1. Mengenal tata cara mandi
wajib
|
1.1 Menjelaskan ketentuan mandi wajib setelah haid
|
2. Mengenal ketentuan khitan |
2.1 Menjelaskan ketentuan khitan
2.2 Menjelaskan hikmah khitan
|
|
|
Kelas VI, Semester 2 |
|
STANDAR KOMPETENSI |
KOMPETENSI DASAR |
3. Mengenal ketentuan jual beli dan pinjam meminjam. |
3.1 Menjelaskan tata cara jual beli dan pinjam meminjam
3.2 Mempraktikkan tata cara jual beli dan pinjam meminjam |
-
- Analisis Materi SK dan KD Fiqih MI 2006 dalam Konteks Pendidikan Islam untuk Anak
Berdasarkan kajian secara mendalam berkaitan dengan isi maupun
pengembangan SK dan KD Mata Pelajaran Fiqih untuk madrasah ibtidaiyah
(MI) maka dapat ditemukan sedikitnya empat persoalan utama, yakni:
pertama; ruang lingkup kajian atau pembatasan kajian fiqih MI;
kedua, kedalaman materi fiqih MI;
ketiga, sebaran mata pelajaran fiqih MI; dan
keempat, yakni strategi implementasi SK-KD mata pelajaran fiqih MI dalam konteks pembelajaran.
-
-
- Ruang Lingkup Kajian Fiqih MI
Dalam buku
Pengantar Ilmu Fiqih, Prof. Dr. T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy menerangkan bahwa secara garis besar tema pembahasan fiqih
meliputi tiga hal, yakni ibadat, mu’amalah, dan ‘uqubat.
6
Sementara itu, kalau dicermati SK dan KD fiqih MI hanya mencakup dua
fokus perhatian, yakni ruang lingkup fiqih ibadah dan fiqih muamalah.
Fiqih ibadah yakni permasalahan fiqih yang mencakup pengenalan dan
pemahaman tentang cara pelaksanaan rukun Islam yang benar dan baik,
seperti tata cara bersuci, wudhu dan tata caranya, shalat, puasa, zakat,
dan ibadah haji. Fiqih muamalah yakni permasalahan fiqih yang
menyangkut pengenalan dan pemahaman ketentuan tentang makanan dan
minuman yang halal dan haram, khitan, qurban, serta tata cara
pelaksanaan jual beli dan pinjam-meminjam. Jadi, ruang lingkup kajian
fiqih di MI adalah baru mencakup dua dari tiga pokok pembahasan dalam
materi kajian keilmuan fiqih.
-
-
- Kedalaman Materi Fiqih MI
Berdasarkan 22 Standar Kompetensi (SK) dan 50 Kompetensi Dasar (KD)
di dalam Standar Isi di atas dapat dianalisis bahwa dari SK sejumlah itu
secara kuantitatif dapat dilihat bahwa mayoritas, 82 % diantaranya,
adalah tergolong fiqih “praktis”. Maksudnya adalah materi fiqih yang
diajarkan memprioritaskan
fiqih yang dekat terhadap pengalaman nyata siswa dan siap diamalkan dalam keseharian (
direct learning) mereka.
Namun, pembahasan tentang ibadah, semisal shalat, seharusnya tidak
hanya terbatas pada syarat, rukun, sunnah, dan batalnya saja melainkan
juga menyinggung
adab dan
hikmah yg relevan agar siswa
mampu mengenali bahkan mengapresiasi dimensi akhlak (pembinaan moral)
& makna fungsional (manfaat) dari ibadah.
Kemudian, materi fiqih juga tidak hanya mencakup hal-hal yang
“primer”, melainkan seharusnya mencakup juga hal-hal “sekunder” semisal
shalat sunnah dan puasa sunnah. Namun ada hal primer dalam lingkup
rukhshah yg belum tercakup seperti
tayammum, padahal shalat bagi orang yg sakit (yg masuk kedalam lingkup
rukhshah) sudah tercakup dalam pembahasan tersebut.
Sementara itu, dalam perspektif psikologis, jika melihat substansi
standar kompetensi dan kompetensi dasar dari SK dan KD untuk kelas III
semester 2 dan kelas V semester 2, bisa diamati bahwa substansi
materinya nampak tidak tepat untuk anak seusia mereka. Seperti materi
puasa yang diberikan kepada anak kelas III semester 2. Dalam standar
kompetensi disebutkan yakni: “Mengenal Puasa”, kemudian kompetensi
dasarnya adalah pertama, “Menjelaskan ketentuan puasa Ramadhan”, dan
kedua, “Menyebutkan hikmah puasa Ramadhan”. Kemudian, SK dan KD kelas V
semester 2 juga, yakni “Mengenal tatacara ibadah haji”, dengan
kompetensi dasarnya, yakni: pertama, “Menjelaskan tata cara ibadah
haji”, dan kedua, “Mendemonstrasikan tata cara ibadah haji”.
Ketidaktepatan pemberian materi puasa untuk kelas III semester 2
didasari karena adanya kontradiksi antara materi itu dengan realitas
karakter perkembangan anak kelas III MI yang rata-rata baru berusia 9
tahun. Perlu diketahui bahwa untuk usia tersebut, karakter perkembangan
agama mereka masih bersifat
imitative .
7
Anak juga baru mampu memahami sebatas dari apa yang bisa dilakukannya.
Sebagaimana dikemukakan oleh F.J. Monks, dkk., bahwa anak belum
memiliki orientasi mengenai pemisahan subjek-objek, perasaan dan
pandangan masih berpusat pada diri sendiri.
8
Sehingga ketika puasa pada usia itu belum menjadi kwajiban bagi diri
mereka maka sebaiknya puasa akan lebih tepat diberikan pada kelas-kelas
yang lebih tinggi, di mana anak sudah akil balig, seperti kelas V atau
kelas VI. Pada tingkatan anak bisa merasakan berkwajiban puasa.
Kemudian dalam SK dan KD fiqih MI kelas V semester 2 disebutkan bahwa
standar kompetensi kedua, yakni: “Mengenal tatacara ibadah haji”,
dengan kompetensi dasarnya, yakni:
pertama, “Menjelaskan tata cara ibadah haji”, dan
kedua, “Mendemonstrasikan tata cara ibadah haji”. Kompetensi dasar di atas, nampak adanya
overlapping
yang hampir mirip dengan argumen untuk kritik terhadap materi yang
kelas II semester 2 di atas. Pada substansi materi fiqih kelas V
semester 2 ini justru nampak sekali bahwa ada upaya untuk menanamkan
kognitif dan motorik semata tanpa ada perhatian pembentukan sikap pada
sisi afektif. Hal ini dikarenakan, materi Haji ialah ibadah yang
sebenarnya dilakukan bagi mereka yang sudah mampu. Dalam konteks di sini
anak dibawa memahami suatu materi yang jauh dari konteks konkrit ibadah
sebenarnya. Proses
direct learning tidak terjadi pada hal ini.
F.J. Monks, dkk., mengungkapkan bahwa anak dalam stadium kognitif
operasional konkrit (mulai 11 tahun) dapat berpikir operasional dengan
catatan bahwa materi berpikirnya ada secara konkrit.
9
Dengan demikian, fiqih MI sebaiknya menyajikan materi-materi yang
secara realitas itu konkrit dapat dirasakan secara inderawi dan dapat
dialami oleh peserta didik. Mel Silberman bahkan mengatakan kalau
belajar yang sesungguhnya tiadak akan terjadi, tanpa ada kesempatan
untuk berdiskusi , membuat pertanyaan, mempraktikkan bahkan mengajarkan
pada orang lain.
10 Sehingga kunci keberhasilan pembelajaran fiqih MI juga sangat ditentutakan oleh materi yang dipilihnya.
Sedangkan standar kompetensi untuk fiqih MI kelas III semester 2
yang nomor dua yakni “Mengenal amalan-amalan di bulan Ramadhan”.
Substansi materi pada standar kompetensi maupun di kompetensi dasar
sebagai penjabarannya tersebut, sudah bisa dinilai tepat untuk usia anak
kelas III. Kemudian juga untuk fiqih MI kelas V smester 2 standar
kompentensi pertama, yakni, “Mengenal ketentuan ibadah Qurban”, dengan
kompetensi dasarnya, yakni: pertama, “Menjelaskan ketentuan Qurban,”
dan kedua, “Mendemonstrasikan tata cara Qurban”. Opini ini didasarkan
pada sebuah argumen bahwa amalan-amalan bulan Ramadhan, begitu pula
perayaan Qurban, pada dasarnya merupakan amalan umum, semua anak pasti
dan pernah mengikutinya, baik karena ajakan orang tua, tetangga,
saudara, atau niat pribadi. Sebuah amalan yang sepertinya pada masa
kekinian telah menjadi seperti tradisi. Maka materi ini tepat bagi anak
MI kelas V berkaitan juga dengan salah satu sifat yang penting dari
perkembangan berpikir operasional konkrit, yakni sifat
deduktif-hipotetis. F.J. Monks menjelaskannya; “Suatu kecenderungan anak
yang berpikir operasional konkrit jika harus menyelesaikan suatu
masalah maka ia langsung memasuki wilayahnya. Anak mencoba beberapa
penyelesaian secara konkrit dan hanya melihat akibat langsung
usah-usahanya untuk menyelesaikan masalah itu.”.
11 Jadi meng-
exsplore
pengetahuan anak dengan menstimuli melalui materi yang relevan dengan
konteks realitas yang ada pada dasarnya akan mengefektifkan proses
pembelajaran fiqih itu sendiri.
Sementara beberapa contoh dari kompetensi dasar di atas, yakni
seperti, “(12.1) Menjelaskan ketentuan puasa, (12.2) Menyebutkan hikmah
puasa, (13.1) Menjelaskan ketentuan shalat tarawih dan witir, (13.2)
Melaksanakan tadarus, (18.1) Menjelaskan ketentuan Qurban, (18.2)
Mendemonstrasikan tata cara Qurban, (19.1) Menjelaskan tatacara haji,
(19.2) Mendemonstrasikan tatacara haji.” Penyusunan urutan kompetensi
dasar per standar kompetensi dasar di atas yang dimulai dari penjelasan
secara verbal, kemudian baru ranah praktisnya adalah selaras dengan
karakter dasar dari perkembangan agama anak yang masih bersifat,
verbalized and ritualistic.
12
Suatu karakter keagamaan yang ditunjukkan pada anak yang mula-mula
tumbuh secara verbal atau ucapan. Kemudian, anak menghafal bacaan-bacaan
tersebut, kemudian melakukannya dan membiasakannya. Jadi, dari segi
sequence tujuan pembelajarannya, SK dan KD fiqih MI dalam sampel di atas adalah relevan dan tepat.
-
-
- Sebaran SK dan KD Fiqih MI
Sebaran kompetensi mata pelajaran fiqih nampak belum begitu
sekuensial, misalnya untuk kompetensi kelas IV semester 2 (antara zakat
fitrah dan sadaqah/infaq bisa disatukan), kompetensi memahami
makanan-minuman dan daging hewan yang halal dan haram untuk kelas V
semester 1, khitan dan mandi wajib untuk kelas V semester 2, sedangkan
kelas VI bisa difokuskan pada
mu’amalah.
Kompetensi mata pelajaran fiqih nampak hanya berkaitan dengan ranah
kognisi dan psikomotor, sedang ranah afeksi masih kurang tersentuh. Jika
dalam mata pelajaran akidah-akhlak terdapat kompetensi semisal:
“menghayati, terbiasa/membiasakan, mencintai” yg termasuk ranah afeksi,
maka sangatlah mungkin dalam mata pelajaran fiqih dimasukkan kompetensi
afektif.
-
- Pengembangan SK dan KD Fiqih MI
Pengembangan SK dan KD fiqih MI adalah merupakan kwajiban bagi para
pengelola madrasah ibtidaiyah, khususnya para guru di MI. Karena,
guru-lah pihak yang paling berperan dalam proses pembelajaran di kelas.
Maka berhasil dan tidaknya suatu proses pembelajaran fiqih memang lebih
dominant tergantung dari kompetensi dan profesionalisme guru dalam
mengembangkan SK dan KD fiqih MI yang telah disusun oleh Pemerintah.
Harapan ini juga merupakan kelonggaran yang diberikan Pemerintah dalam
memberikan kesempatan kepada Satuan Pendidikan untuk mengembangkan
pendidikan semaksimal mungkin sesuai dengan karakter dan ciri khas
masing-masing.
Upaya pengembangan SK dan KD Fiqih MI pada dasarnya juga harus
melihat substansi dari mata pelajaran fiqih itu sendiri. Sebagaimana
telah disebutkan di muka, pokok pembahasan fiqih MI adalah meliputi dua
hal yakni fiqih ibadah dan fiqih mu’amalah. Materi fiqih memiliki
karakter pelajaran yang mengandung tiga ranah tujuan pembelajaran yakni;
kognitif, afektif, dan psiko-motorik.
Kawasan kognitif yakni kawasan yang membahas tujuan pembelajaran
berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan
sampai ke tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Kawasan afektif
yakni satu domain yang berkaitan dengfan sikap, nilai-nilai interes,
apresiasi (penghargaan) dan penyesuaian perasaan social. Dan kawasan
psikomotorik, yakni; domain yang mencakup tujuan yang berkaitan dengan
ketrampilan (
skill) yang bersifat manual atau motorik.
13
Dalam pengembangan SK dan KD fiqih MI, ada beberapa persoalan penting
yang perlu dikembangkan, yakni materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi pembelajarannya. Pertama,
materi fiqih yang relevan untuk dikembangkan bagi level madrasah
ibtidaiyah, yakni seharusnya berkaitan dengan level-level dasar-dasar
dari pembahasan fiqih, baik yang ibadah maupun muamalah. Adapun
persoalan puasa, shalat, tadarus, Qurban, dan haji adalah termasuk dalam
kajian ibadah. Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Dr. T. M. Hasbi
Ash-Shiddiqie, sekumpulan hokum-hukum yang dinamai ibadah yakni
thaharah, shalat, janazah, shiyam, zakat, zakat fitrah, hajji, jihad,
nadzar, qurban, dzabihah, shaid, aqiqah, dan makanan serta minuman.
14
Materi-materi fiqih MI pada dasarnya adalah merupakan pesan yang
ingin disampaikan kepada peserta didik yang masih level anak-anak. Pesan
menurut Dr. Hamzah B. Uno, M. Pd, merupakan informasi yang akan
disampaikan oleh komponen lain; dapat berupa ide, fakta, makna, dan
data.
15 Unsur-unsur pesan meliputi,
origin, mode, phisycal character, organization, dan
novelty. Namun
dalam program pendidikan yang bersifat pembelajaran (instruktional)
tidak semua unsure dapat digunakan, dan apabila akan memasukkan
unsure-unsur tersebut kemasannya harus indah untuk didengar dan tidak
vulgar.
Materi sebaiknya dipilih yang konkrit dan bisa menimbulkan
direct learning
pada peserta didik. Karena anak-anak madrasah ibtidaiyah masih dalam
level operasional konkrit. Maka penjelasan-penjelasan mengenai puasa,
amalan bulan Ramadhan, qurban, dan haji, semaksimal mungkin ditampilkan
secara riil dihadapan peserta didik. Di era kemajuan dan perkembangan
iptek yang begitu pesat, hal itu bukanlah sesuatu yang sulit.
Kedua, yakni pengembangan SK dan KD materi fiqih MI pada
wilayah kegiatan pembelajarannya. Strategi pembelajaran fiqih untuk anak
madrasah ibtidaiyah harus memperhatikan berbagai faktor yang terkait,
terutaman materi dan karakteristik perkembangan peserta didik. Di mana
desain pembelajaran juga merupakan faktor lain yang penting di
dalamnya. Desain pembelajaran merupakan tata cara yang dipakai untuk
melaksanakan proses pembelajaran. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam
desain pembelajaran meliputi siswa, tujuan, metode dan evaluasi.
16
Penerapan Paikem (Pembelajaran Aktif, Islam, Kreatif,
Entertaint,
dan Menarik) dalam pembelajaran fiqih di MI. Misal, mengajak atau
menugasi siswa ke pusat perbelanjaan atau pasar untuk mengenali atau
mengidentifikasi secara “induktif” realitas jual-beli yang ada: tata
caranya, jenis yang halal dan haram, sehingga tidak sekedar
based on text. Ini sangat sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi siswa yg memang berada dalam tingkat operasional konkret.
17
Metode pembelajaran fiqih untuk anak madrasah ibtidaiyah ditentukan
berdasarkan karakteristik pertumbuhan fisik dan perkembangan kejiwaan
anak MI serta perkembangan karakteristik keberagamaannya. Ketika
pendidik telah mampu memahami pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis
anak, pendidik dapat berkreasi untuk menciptakan metode sesuai dengan
kebutuhan, mitvasi dan kondisi anak.
- Bermain
Bermain merupakan metode alamiah yang memberikan suatu kepraktisan
kepada anak dalam berbagai kegiatan yang akan menjadi kenyataan dalam
kehidupan berikutnya.
18
Melalui bermain anak belajar bagaimana menggunakan alat-alat, bagaimana
cara melakukan suatu ritual haji, ritual qurban, dan sebagainya, serta
bagaimana cara bekerjasama dengan anak lainnya. Bahkan, Johann Amos
Comenius mengungkapkan pendapatnya mengenai permainan pada anak-anak
yakni bahwa permainan dan hiburan akan menumbuhkan semangat bagi diri
anak yang keikutsertaannya merupakan media untuk perkembangan akal,
sopan-santun dan kebiasaan anak.
19
Tipologi permainan yang dapat digunakan dalam pembelajaran fiqih MI
yakni seperti permainan fungsi atau gerak, permainan ilusi dan permainan
menerima atau reseptif. Permainan fungsi atau gerak ini adalah
permainan yang dilakukan dengan gerakan-gerakan seperti untuk ritual
haji, sedangkan permainan ilusi adalah permainan yang berbuat
seolah-olah sungguhan dalam fantasi anak seperti untuk haji dan puasa,
dan permainan menerima yakni permainan yang bersifat menerima, bagi anak
mereka hanya diam saja tanpa melakukan gerak. Contohnya yakni
mendengarkan cerita.
- Bercerita
Daya fantasi pada diri anak bersumber dari keinginan akan keberanian
akan kebebasan, juga merupakan kelanjutan anak dari keinginan dan
kebutuhan. Daya fantasi anak luas, kuat, aktif dan tanpa batas. Dantasi
seperti itu menjadi jalan atau ekspresi dalam permainan, dalam dongeng
dan menggambar.
20 Dasar pertimbangan untuk menggunakan metode bercerita dalam kegiatan pembelajaran fiqih di MI yakni anak memiliki sifat
anthromorph, egocentris, imitative, wondering dalam perkembangan rasa agamanya.
21
- Pembiasaan
Metode pembiasaan ini mengindikasikan adanya keharusan meberikan
arahan perilaku tertentu yang dipelajari oleh anak agar dapat
berperilaku dengan tepat.
22 Oleh karenanya, metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kedisiplinan.
Pembiasaan dalam perilaku sehari-hari akan mempengaruhi sifat
imitative
anak, sehingga dapat berpengaruh bagi perkembangan moral dan kemampuan
kognitif. Pembiasaan melalui kedisiplinan atau belajar di bawah
bimbingan akan merangsang anak untuk berekreasi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitakn emosi yang menyenangkan dan dicegah untuk tidak
bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi
yang tidak menyenangkan, yaitu dengan cara mengendalikan lingkungan.
23
Ketiga, yakni pengembangan SK dan KD fiqih MI dalam konteks
penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan alat bantu
untuk melaksanakan proses pembelajaran.
24
Tujuan penggunaannya yakni untuk mempertinggi kualitas proses
pembelajaran fiqih yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hasil
belajar siswa. Berdasarkan criteria untuk menetapkan media yang tepat
dalam proses pembelajaran , yang meliputi, ketepatannya dengan tujuan
pengajaran, dukungan terhadap isi bahan pelajaran, kemudiahan memperoleh
media, ketrampilan guru dalam penggunaannya, tersedianya waktu untuk
menggunakannya, dan kesesuaian dengan taraf berpikir siswa, maka
beberapa media yang dirasa tepat untuk pembelajarn fiqih MI dalam hal
ini seperti materi puasa, amalan-amalan bulan Ramadhan, qurban, dan
haji, yakni; poster, media audio-video, boneka, dan benda-benda nyata.
Adapun untuk pengembangan SK dan KD fiqih MI di atas untuk kawasan
penilaian, maka berdasarkan materi yang ada dari SK dan KD tersebut
penilaian yang cukup relevan untuk anak-anak MI yakni pertanyaan lisan,
kuis, tugas individu, ulangan harian, ulangan semester, ulangan kenaikan
kelas, praktik, dan penugasan. Dalam hal ini, penilaian dilakukan
berdasarkan pada indikator yang dikembangkan dari kemampuan dasar sesuai
materi pembelajaran yang telah diajarkan.
25 Adapun indikator dikembangkan dari SK dan KD fiqih MI itu sendiri.
Upaya pengembangan SK dan KD fiqih MI yang dikembangkan secara
menyeluruh dan komprehensif yang didasarkan kepada kebutuhan peserta
didik maka adalah suatu langkah tepat untuk mewujudkan keberhasilan
tujuan pembelajaran fiqih di MI.
- PENUTUP
Demikianlah uraian mengenai telaah kritis terhadap SK dan KD fiqih
MI, tibalah pada kesempatan terakhir, yakni kesimpulan. Pada bagian ini
tentu saja ada beberapa
point yang menjadi kunci jawaban dari tiga persoalan di depan, yakni:
-
-
- Pada dasarnya isi SK dan KD materi fiqih di madrasah ibtidaiyah
adalah seperti acuan yang telah ditetapkan oleh Permendiknas Nomor 23
Tahun 2006 dan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 namun telah di-review dan dikembanagkan oleh Departemen Agama. Namun secara substansial isinya tidak ada perbedaan.
- Beberapa bagian dari SK dan KD fiqih MI berdasarkan beberapa
analisis menurut perspektif psikologis maupun pedagogis ada nuansa
tidak pada tempatnya. Maksudnya adalah SK dan KD menganung materi
yang bertentangan dengan realitas kebutuhan dan karakteristik
perkembangan kejiawaan peserta didik.
- Pengembangan SK dan KD fiqih MI pada dasarnya dikembangkan kepada
indicator pencapaian hasil belajar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, media pembelajaran sampai kepada evaluasi pembelajaran
yang didasarkan kepada pertimbangan mengenai pertumbuhan dan
perkembangan fisik maupun psikis peserta didik di Madrasah IBtidaiyah
yang masih taraf anak-anak.
Kami tentu saja menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik dari semua pihak sangat
kami tunggu demi kesempurnaannya. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 1, Terjemahan: Med. Meitasari Tjandrasa, Muslichah Zarkasih, Jakarta: Erlangga, 1978.
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
F.J. Monks, dkk., Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998.
., Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004, Cet. XV.
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, cet. III.
Martinis Yamin, Desain Pembelajaran Berbasis Tinfkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Mel Silberman, Active Learning , diteremahkan : Sarjuli, dkk, Yogyakarta: Yappendis, 2005, cet. III.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005, cet. VI.
Rahmat, “Memanfaatkan Permainan Bagi Pendidikan Emosional:”, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam Vol. 4. No. 2 , Yogyakarta: Fak. Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2003.
Siti Sa’idah, “Metode Pendidikan Bagi Pengembangan Rasa Agama Pada Anak Usia Awal”, Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. II. No. 2, Yogyakarta: Jurusan PAI, Fak. Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2005.
Standar Isi Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah, Depag RI, 2006.
Standar Nasional Pendidikan, Bandung: Fokus Media, 2005.
Susilaningsih, “Perkembangan Moral”, Makalah Diskusi Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta: 1996.
, “Perkembangan Religiusitas Pada Usia Anak”, Makalah Dalam Diskusi Ilmiah Dosen Fak. Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1994.
T.M. Hasbi Ash-Shiddiqiey, Pengantar Ilmu Fiqih, Jakarta: Bulan Bintang, 1978, cet. III.
Van Dalen, Deobold E. et.al., A world History of Physical Education, Englewood Clifs New Jersey: Prentice Hall. Inc., 1964.
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Roesdakarya, 2000.